Title
:You're My Illa
Pairing
: Random (Your Imagine.)
Rating
: R
Genre
: Romance, Tragedy,
Angst
Lenght
: One Shot
Setiap harinya, lelaki dengan perawakan manis terus saja mondar-mandir didepan sebuah toko bunga. Mengintip kesana kemari hanya untuk melihat seorang gadis yang setiap sorenya melakukan hal yang berbeda. Kali ini, dengan kanvas dan kuasnya, gadis itu mengukir gambar cantik terawangannya. Lelaki itu ingin sekali masuk dan berucap kata dengan gadis itu. Tetapi tidak pernah sama sekali di wujudkannya. Hanya terdiam dalam ragu.
Sudah sekian lamanya ia
terus dan hanya terus melakukan hal yang sama. Terdiam didepan pintu
masuk dan hanya mengintip dan mengitip untuk melihat sosok yang selalu
dirindukannya. Sampai akhirnya ia menumbuhkan keberanian. Ia menarik
nafas dalam-dalam, dan perlahan mendorong pintu toko tersebut. Dibarengi
terdengar lonceng berdenting, ia pun masuk. Namun gadis itu masih saja
tenang dengan kuasnya. Sambil bergerak cepat dalam malu, lelaki itu
mengambil sebuah bunga putih cantik dan membawanya untuk mendekat kepada
gadis tersebut.
“Hm… Nona,” panggilnya
pelan. Gadis itu tidak merespon apapun. Ia melakukanya dua tiga kali,
dan akhirnya tanganya terjulur dan menyentuh bahu gadis tersebut. Gadis
tersebut tersentak, dan kuasnya secara tidak sengaja mencoret hasil
lukisannya sendiri. Pemandangan sebuah bukit dengan taburan bintang
terhapus sudah, oleh tinta merah yang tengah ia gunakan.
“Ah… maaf,” dengan rasa
sangat bersalah lelaki tersebut mencari-cari secercah kain untuk
menghapus warna merah tersebut. Namun gadis itu menghentikkanya,
menggeleng, dan tersenyum canggung. Gadis itu lalu menunjuk pada
kumpulan bunga kecil putih yang tengah dibawa lelaki tersebut.
“Ah… yah… ini… aku…. Aku
mau membeli,” dengan masih tersenyum canggung, gadis itu mengambil
kumpulan bunga tersebut untuk menyatukannya menjadi sebuah buket kecil.
Lelaki itu melihat dan memberikan uangnya kepada gadis tersebut. “Kau
senang melukis?” tanya lelaki tersebut, menunggu kumpulan bunga kecil
tersebut terbungkus rapih. Namun sekian kalinya, gadis itu tidak
merespon.
Gadis itu selesai dengan
buketnya dan menyerahkannya kepada lelaki tersebut, “Kau… senang
melukis?” sekali lagi lelaki itu bertanya. Namun perempuan itu berkerut
kening, layaknya seorang yang tidak mengerti. “Itu… Em, Kau senang…
senang melukis?” Lelaki itu menunjukkan telunjuknya pada kanvas yang
perempuan itu gunakan. Gadis itu mengangguk kecil dengan canggung.
Lelaki itu tersenyum dan mengucapkan terimakasih sebelum pamit keluar.
Keesokkan harinya, sambil
mencoba memberanikan diri kembali, lelaki itu masuk dalam tenang. Dan
kali ini gadis itu hanya membuat sebuah gambar sketsa dalam sebuah
kertas di meja kasir. Ia terlihat begitu serius. Lelaki itu tersenyum
melihatnya, dan ia berjalan mengambil bunga yang sama seperti yang
kemarin.
“Hei…” sapa lelaki itu,
sambil mengetukkan tangannya di atas meja. Gadis itu sedikit terhenyak
dan mengangkat kepalanya menghadap lelaki tersebut. “Kau sedang
menggambar apa?” belum sempat lelaki itu melihat hasil karyanya, gadis
itu sudah menariknya terlebih dahulu. “Hm… itu rahasia ya?” tanyannya.
Pikiran lelaki itu melayang sesaat, dan akhirnya kembali lagi tersenyum.
“Aku… aku mau membeli ini lagi,” ia menunjukkan bunga putih yang ia
bawa. Gadis itu terdiam sejenak, lalu mengambil kumpulan bunga tersebut.
Lelaki itu menunggunya dalam senyum. “Terimakasih,” ucapnya sebelum
pergi.
Hari demi hari berlalu
dan lelaki itu terus saja datang seperti biasa. Memang terkadang lelaki
itu merasa terputus dalam bentuk komunikasi atau merasa sedikit janggal.
Namun ia menghiraukannya dan terus saja datang berkunjung tiap harinya.
Seperti biasa, sebelum
masuk kedalam toko, lelaki itu selalu saja mengintip gadis itu dari
luar. Dari kaca-kaca besar yang menunjukkan sekumpulan bunga cantik yang
di jual gadis tersebut didalam toko. Merasa diperhatikan, gadis
tersebut menengok keluar, dan mata mereka bertemu sebelum akhirnya gadis
itu memalingkan wajahnya karena malu.
Dengan menarik nafas
sedalam-dalamnya, lelaki itu masuk kedalam toko. Ia berjalan dalam pelan
mengitari bunga-bunga tersebut. Entah tak disadari, mata gadis tersebut
terus terarah kepadanya.
Lelaki itu masih berjalan dan berhenti
tepat didepan bunga putih yang selalu ia beli setiap harinya. Ia
menunduk sejenak dan mencium wangi bunga tersebut, wangi yang ia rasa
sangat percis dengan wangi gadis pemiliknya. Lelaki itu menengokkan
kepalanya untuk melihat gadis tersebut, dan tatapan mereka bertemu
kembali, sebelum pada akhirnya dengan canggung gadis itu menundukkan
kepalanya.
Hari pun berkakhir dengan
sama, dimana lelaki itu membeli bunga yang sama, dan pulang tanpa
satupun kata yang terucap dari bibir gadis itu.
Sampai dirumah, lelaki
tersebut menaruh bunga yang ia beli di vas cantik yang ia pajang dekat
jendela kamarnya. Ia selalu menggantinya dengan bunga yang segar setiap
hari. Sambil merelakskan diri, ia lalu duduk di tempat yang sudah
berhari-hari menjadi teman sekamarnya di rumah. Di depan sebuah kertas
putih, yang sekarang sudah terukir gambar cantik. Ia selalu duduk disana
sambil membayangkan wajah seorang gadis yang telah mengisi
hari-harinya. Ia melukiskan wajahnya dalam kebahagiaan dan kasih sayang
yang ia miliki.
Pikirannya kembali
melayang dalam pejaman mata. Bibirnya tersungging senyum manis
membayangkan betapa bahagianya ia bertemu dengan gadis tersebut. Ia
menggeleng, mencoba menghilangan pikiran-pikiran ia yang terlalu
berlebihan. Ia lalu menatap kertasnya, dan kembali tersenyum. Ia
mereganggakan otot-otot tangan dan jemarinya yang tegang, dan mengambil
sebuah pensil untuk melanjutkan pekerjaanya.
Tak terasa malam tiba,
akhirnya lukisan tersebut selesai sudah. Dengan perasaan bahagia, ia
ingin sekali cepat-cepat memberikannya kepada gadis tersebut.
Teng!
“Surat!” bel terdengar,
dan seruan pemberitahuan petugas pos. Lelaki itu menghentikkan
aktivitasnya dan berjalan mendekati pintu. Sebuah amplop coklat besar
tergeletak disana. Ia mengambilnya, dan membawanya kekamar. Sambil
menenangakan diri dan duduk di pinggir tempat tidur, ia mulai membuka
jalinan benang kecil yang mengunci amplop tersebut.
“Hm?” ia mengeluarkan isi
amplopnya, dan membacanya perlahan. Jantungnya seakan berhenti berdetak
sejenak, sesaat ia sangat begitu terkejut.
Tertulis, besok pagi ia harus berada di
bandara. Waktunya untuk bersekolah dimulai, dan ia telah berhasil
mendaftarkan diri untuk bersekolah di luar negeri yang selama ini ia
inginkan. Namun hal itu malah membuat tubuhnya lemas. Kepalanya
tiba-tiba berdenyut, dan semua terasa goyang. Ia memejamkan matanya dan
menarik nafas dalam-dalam, lalu menghembuskanya perlahan untuk
memberikan rasa tenang walau hanya sesaat.
Setelah merasa lumayan
tenang, ia bangkit dan menggulung hasil karyanya, dimasukkannya kedalam
kantung dan berlari sekuat tenaga menuju toko bunga yang selama ini
selalu ia kunjungi. Ia terus berlari dan akhirnya sampai. Ia berhenti
dan meremas lututnya sebari mengstabilkan pernapasannya. Tak lupa ia
mengelap peluh keringat yang mengucur dai pelipis wajahnya.
Setelah merasa lumayan stabil, ia
langsung masuk dan mencari dimana gadis itu berada. Ia berjalan dan
berdiri di depan gadis tersebut. Di sisi lain, gadis itu masih sibuk
dengan kumpulan bunganya, ia tengah merangkainya untuk membuat sebuah
buket yang cantik, dan sampai pada akhirnya ia melihat dan menyadari
keberadaan lelaki tersebut.
“Permisi…” lelaki itu
tiba-tiba berucap. Gadis itu hanya terdiam dan memperhatikanya. Tangan
lelaki itu memegang selempangan kantungnya dalam jantung yang berderu
hebat.
“Aku… A—ku…Aku… Besok,”
lanjutnya terbata. Gadis itu masih saja diam sambil menyipitkan matanya.
Mencoba membaca sesuatu. Membaca lengkungan sebuah anggota tubuh yang
bergerak.
“A—ku… besok akan
berangkat pergi untuk belajar ke New York,” Gadis itu terdiam masih
berusaha mencerna sesuatu. Lelaki itu menggaruk-garuk kepalanya.
Atmosfer canggung menjadi suasa dimalam ini.
“Ah… Karena itu… Aku…” lelaki itu menarik nafasnya pelan.
“Sebenarnya… sangat
menyukaimu!” serunya tiba-tiba. Lelaki itu memalingkan wajahnya sejenak
sebelum melihat wajah gadis itu lagi. Pernyataan itu terlontar begitu
saja, namun gadis itu masih saja diam, dan diam. Lelaki itu menarik
nafas pelan, dan menghelanya sejenak.
“Apakah….kau…” Gadis itu
mengerutkan keningnya tidak mengerti. Dan tidak dapat membaca ucapan
cepat yang di ungkapkan oleh lelaki tersebut.
“Se… sebenarnya aku tidak
mau pergi,” potong lelaki itu pada kalimatnya sendiri. Lelaki itu
menarik nafas pelan, menunggu respon gadis tersebut, namun sama seperti
biasa, gadis itu tidak mengucapkan sepatah katapun. Merasa tidak
diterima, lelaki itu pergi, berlari meninggalkannya.
Gadis itu terdiam, dan
menelaah sejenak. Ia berpikir apa yang sebenarnya dikatakan lelaki itu
padanya? Apa yang di ungkapkan lelaki itu padanya? Dan mengapa lelaki
itu pergi begitu saja? Setelah sedikit menyadari sesuatu, ia bangkit dan
berlari.
Bugh!
Sampailah ia di pintu keluar dan kakinya
menendang sesuatu. Sebuah kantung coklat panjang, yang ia ingat, ini
adalah kantung yang sama yang dibawa lelaki tadi.
Gadis itu mengambilnya,
dan berlari kedua arah yang berbeda. Berusaha masih mencari lelaki
tersebut, berharap siapa tahu ia lelaki itu belum berlari jauh. Namun
hasilnya tidak ada. Merasa penasaran, Ia akhirnya membuka kantung
tersebut, dan mengeluarkan isinya. Seakan pantulan cermin, sosok dirinya
dalam sketsa lembut berada di kertas tersebut. Hatinya seakan sangat
tersentuh sekaligus tersayat. Ia memeluk kertas tersebut kuat-kuat
berharap sang pembuat kembali.
Namun itu tidak akan
menghasilkan apa-apa. Ia hanya dapat menahan perih yang tiba-tiba
menjalar diseluruh tubuhnya. Perih, seakan ia tidak akan pernah lagi
bertemu dengan lelaki itu. Perih untuk selama-lamanya dalam penyesalan
yang tiada akhir.
Sambil berjalan lemas, ia
kembali masuk dan terduduk kembali. Ia mengeluarkan kertas yang sudah
ia simpan rapih di balik sebuah pot bunga besar. Ia mengambilnya dan
menyandingkan kertas tersebut dengan kertas hasil karya si lelaki.
Terlihat gambar nya dan gambar lelaki tersebut yang sudah ia susah payah
lukiskan disana. Ia hanya dapat termenung, bahwa hal ini semua terasa
sia-sia.
Ia mengusap kedua gambar tersebut dan membalikkan gambarnya sejenak, terlihat tulisan kecil disana.You’re My Illa
Kau adalah Bunga yang tumbuh di tempat yang seharusnya tidak tumbuh
Tersembunyi di pinggir jalan, tanpa nama yang merekah dimusim semi
Kau adalah Bungaku
Kau adalah “Cinta Pertamaku”
Gadis itu hanya bisa termenung kembali.
Hidupnya yang baru saja terisi dengan warna-warna baru serasa sirna
sudah. Dengan gemetar kecil, ia ingin mengungkapkan apa yang selama ini
ingin ia katakan. Selama ini bahwa sebenarnya ia masih tidak dapat
mengatakan hal tersebut. Dengan perlahan tangannya mulai bergerak.
Tanganya menyentuh dirinya sendiri,
Aku juga
Tanganya menunjuk pada lukisan lelaki yang ia buat
Sebenarnya
Tangannya mengepalkan tangan kirinya dan membuat sebuah putaran kecil dengan tangan kanan diatasnya.
Mencintaimu
Cinta tidak pernah ada
batasan, dimana seorang yang tidak dapat mendengar pun dapat mencintai
seseorang, dimana seorang yang tak dapat berbicara pun dapat mencintai
seseorang, dimana seseorang yang tidak dapat melihat pun dapat mencitai
seseorang. Semua kekuarangan itu pun dapat dicintai oleh seseorang yang
mempunyai kelebihan.
Cinta pertama sangatlah
indah. Cinta pertama seperti bunga, merekah di musim semi seperti bunga
yang memesona. Cinta pertama begitu kaku, karena belum bisa memberi dan
menerima cinta. Cinta pertama tampak menyakitkan. Cinta pertama seperti
demam, tanpa sadar setelah merasakan sakit, kau berubah menjadi dewasa.
Cinta pertama yang tak terwujud. Cinta pertama akan terus hidup, karena
kau yang terlalu cinta, namun tak dapat menggapainya.
Dan sekarang yang dapat gadis itu lakukan
hanya menyesal, namun apa daya ini juga bukan salahnya. Perbedaan cara
berkomunikasi dan menangkap komunikasi, menjadi kendala kecil untuk
jalan hubungan mereka. Tidak ada yang dapat disalahkan dari hal ini.
Semuanya sudah berakhir. Cinta akan menjadi suatu perasaan yang
dirindukan, Cinta akan menjadi sebuah diary yang akan selalu diingat,
Cinta akan tetap berada di hati walau seseorang yang kita sayangi tidak
pernah kita lihat lagi. Karena Cinta adalah perasaan kuat yang akan
terus mengalir sampai engkau menemukannya kembali.
End.
No comments:
Post a Comment